pijarborneo.com - Masyarakat di Gunung Banteng, Desa Sibuntal, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, tengah menghadapi kekhawatiran yang semakin mendalam akibat dampak aktivitas pertambangan yang telah lama berlangsung di wilayah mereka. Sejumlah kelompok tani, yang telah aktif beroperasi selama bertahun-tahun, bahkan ada yang sudah lebih dari sepuluh tahun, merasakan ancaman yang nyata.
Aktivitas pertanian yang telah ada sebelum perusahaan pertambangan muncul, kini mengalami gangguan serius akibat dampak dari kehadiran pertambangan. Ahmad, Ketua LBH Pijar Kaltim, menyampaikan keprihatinannya dalam sebuah rapat dengar pendapat dengan pihak terkait, termasuk Komisi I DPRD Kaltim, Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, manajemen PT Mahakam Sumber Jaya, dan perwakilan warga Gunung Banteng.
Ahmad menekankan bahwa aktivitas pertambangan tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga menghadirkan risiko keselamatan bagi warga, khususnya petani yang menggantungkan hidup pada ladang mereka. Ledakan atau goncangan yang sering terjadi selama aktivitas pertambangan menjadi ancaman serius, terutama karena lokasinya yang dekat dengan kawasan pertanian warga.
Munawar, Kabid Penataan Hukum dari Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, menjelaskan secara administratif, wilayah yang menjadi sumber masalah berada di bawah yurisdiksi Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Namun, karena perusahaan pertambangan tersebut beroperasi di beberapa kabupaten/kota, izinnya berada di bawah kewenangan provinsi. "Wilayah ini berada dalam Kawasan Budidaya Kehutanan, dan pada bulan Oktober 2020, kami telah mengalihkan masalah ini ke Dinas Kehutanan. Namun, kemudian, masalah ini dikembalikan ke Dinas Lingkungan Hidup," jelas Munawar.
Dampak serius dari aktivitas pertambangan di Gunung Banteng telah memicu keprihatinan serius baik dari masyarakat maupun pihak berwenang. Permasalahan ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan aktivitas pertambangan di wilayah yang memiliki pertanian yang mapan dan mengancam keselamatan warga yang telah lama bergantung pada lahan mereka. Solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan ini harus melibatkan kerjasama lintas sektoral dan perhatian serius terhadap dampak lingkungan dan sosial yang dihasilkan oleh aktivitas industri. "Wilayah ini berada dalam Kawasan Budidaya Kehutanan, dan pada bulan Oktober 2020, kami telah mengalihkan masalah ini ke Dinas Kehutanan. Namun, kemudian, masalah ini dikembalikan ke DLH," jelas Munawar.(adv)